Sanctuary harbors eagles, educates public on conservancy
Theresia Sufa , The Jakarta Post , Jakarta | Fri, 07/18/2008 11:17 AM | City
Two men supervised the construction of a cage in Halimun Salak Mountain National Park (TNHS) in Bogor regency on Thursday.
The park is building an eagle sanctuary in Salak Mountain Resort 1 in Loji village.
Ade Mamat, head of TNHS' public relations office, said the sanctuary would be used for eagle rehabilitation and as a conservation education center.
The sanctuary is the result of cooperation among TNHS, the Indonesian Information and Environment Center (PILI), Chevron Geothermal Indonesia, Raptor Indonesia, Gede Pangrango Mountain National Park (TNGP) and International Animal Rescue.
Pelatihan Pengamatan Elang di TNGGP
“Paling tidak kita harus bisa mengidentifikasi jenis elang seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Elang Ular (Spilornis cheela), Elang Brontok (Spizaetus cirhatus), Elang Hitam (Ichtinaetus malayensis), itu jenis-jenis elang menetap yang paling sering dijumpai di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”. Demikian disampaikan Usep Suparman dari Raptor Conservation Society (RCS) dalam pelatihan pengamatan burung pemangsa (raptor) bagi petugas TNGGP di Cibodas pada tanggal 23 Agustus yang lalu.
Sebuah Harapan Untuk Owa Jawa
Kuliah Primata | 19 Juli 2008 | PP Schmutzer-TMR
Tidak hanya orangutan yang mendapatkan tempat untuk “belajar” kembali ke alam, ternyata owa jawa memiliki tempat belajar pula. Kuliah primata kali ini membahas mengenai “rumah belajar” owa jawa tersebut, yang dibawakan oleh Anton Ario yang merupakan staf Conservation International Indonesia (CI) dan juga Yayasan Owa Jawa yang bekerjasama mengelola Javan Gibbon Center yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Puspa Untuk Hutan Sahabat Green
Mesti ekstra hati-hati menuruni lereng-lereng curam itu. Dengan dua tangan mendekap beberapa polybag bibit pohon puspa, tidak sedikit yang terperosok dan melorot tak terkendali. Medan terjal dan rawan longsor itu benar-benar menantang.
Patok-patok bambu yang ditempeli label A, B, C, D sudah disiapkan para petani. Jarak antar patok sekitar 5 meter. Kami mesti menjangkau patok-patok itu untuk menanam bibit-bibit pohon yang dilabeli sesuai nama pengadopsinya. Tidak mudah mencapainya, karena lereng yang dulunya ditumbuhi pepohonan besar itu sudah berubah menjadi lahan bertanam sayur-mayur. Kering, sangat miring dan mudah longsor.