29 Tahun Melestarikan Hutan Gunung Gede untuk Bumi Indonesia
Hari ini tepat 29 tahun yang lalu, Menteri Pertanian menetapkan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Cagar Alam Cimungkat, TWA Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan luas 15.196 ha. Penetapan ini dapat dianggap sebagai pengakuan tentang pentingnya kawasan TNGGP bagi pelestarian ekosistem.
Nilai penting kawasan TNGGP telah dimulai jauh sebelum tahun 1980. Sejak tahun 1800-an, kawasan TNGGP telah menjadi laboratorium alam penelitian para ilmuwan, khususnya penelitian keanekaragaman hayati. Tidak kurang dari 4000 hasil penelitian telah dilaksanakan di kawasan TNGGP ini. Salah satu buku yang terkenal yang dihasilkan dari eksplorasi di kawasan ini adalah Flora Of Java yang ditulis oleh Van Steenis, ahli botani dari Belanda, sebuah buku referensi tentang keanekaragaman flora di jawa. Selain itu, UNESCO melalui program Man and Biosfer juga telah mendeklarasikan TNGGP sebagai salah satu cagar biosfer pada tahun 1977.
Melalui SK Menhut no. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003, kawasan TNGGP diperluas menjadi 21.975 ha. Dari segi konservasi penambahan luas ini merupakan hal membanggakan, karena dapat memenuhi luas kawasan hutan standar yang harus dimiliki suatu wilayah. Selain itu, dalam periode 29 tahun, organisasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango telah mengalami peningkatan, sehingga saat ini menjadi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sekaligus juga menjadi salah satu taman nasional model. Selama periode tersebut, ekosistem kawasan tidak mengalami permasalahan berat seperti degradasi ekosistem. Ekosistem hutan hujan Gunung Gede Pangrango tetap berperan penting sebagai cathment area bagi 4 DAS besar yaitu Cisadane, Cimandiri, Ciliwung dan Citarum.
Banyak hasil yang dicapai dalam kurun waktu 29 tahun, seperti kerjasama dengan mitra, terbentuknya Konsorsium GEDEPAHALA, Korsorsium Konservasi Alam Bodogol, berdirinya Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Javan Gibbon Centre. Selain itu, pembinaan kepada masyarakat telah banyak dilaksanakan, termasuk pengembangan desa model konservasi dan pengembangan daerah penyangga pada 65 desa sekitar kawasan. Untuk mempercepat pemulihan kawasan perluasan, program adopsi pohon yang merupakan upaya restorasi oleh publik dan dilaksanakan dengan partisipatif bersama-sama masyarakat lokal akan terus dilakukan di kawasan TNGGP.
TNGGP merupakan perintis dalam pengembangan pendidikan lingkungan. Sejak tahun 1995 telah dilaksanakan program pendidikan lingkungan lingkungan, seperti school visit, visit to school, kemah konservasi, dan yang akhir-akhir ini giat dilaksanakan yaitu visit to pesantren. Sarana prasarana bagi pengunjung dan masyarakat untuk kesadaran lingkungan juga telah dibangun, seperti jalur interpretasi, canopy walk, dan revitalisasi visitor centre Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Visitor centre Taman Nasional ini dirancang sebagai pusat informasi yang menggambarkan keadaan TNGGP secara utuh dalam bentuk mini. Untuk rencana kedepan, pengelolaan informasi kepada pengunjung di visitor centre ini, akan bekerjasama dengan mitra, sehingga optimalisasi fungsi sebagai pusat informasi bagi publik dapat tercapai.
Momentum 29 tahun ini juga akan meresmikan penggunaan mikrohidro kantor Balai Besar TNGGP dengan kapasitas supply energi sementara sebesar 3.000 watt, yang direncanakan pada tahun 2009 ini dapat memenuhi seluruh kebutuhan energi listrik kuota sebesar 15.000 watt. Melalui penggunaan mikroihidro, kami ingin mengoptimalkan pemenuhan energi mandiri melalui energi terbarukan yang ramah lingkungan yaitu sumber air dari kawasan TNGGP. Pengembangan mikrohidro di kawasan TNGGP merupakan salah satu dukungan untuk mencapai visi TNGGP yaitu menjadi pusat pendidikan lingkungan terbaik di Asia Tenggara.
Pada hari ini juga akan melakukan sosialisasi terhadap program komunitas Sahabat Gede Pangrango. Melalui komunitas Sahabat Gede Pangrango, diharapkan dukungan baik teknis maupun pendanaan dari publik terhadap konservasi di kawasan TNGGP dapat terwujud.
Kawasan TNGGP yang berada di 3 kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dikelilingi oleh desa-desa dengan tipe masyarakat semi urban dan padat penduduk yang umumnya miskin lahan. Hal ini memberikan tekanan potensial untuk eksistensi kawasan, dan tekanan tersebut semakin tinggi mengingat terbatasnya lapangan kerja dan kesempatan usaha di sekitar TNGGP. Strategi mengatasi persoalan masyarakat ini akan diupayakan melalui program pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga dengan kegiatan pertanian organik. Kegiatan pertanian organik ini dilakukan melalui pola kemitraan permanen, dimana (1) eksportir/ pengusaha memberikan dukungan/ menyediakan modal, manajemen, teknologi dan pasar, (2) masyarakat sebagai pelaku utama usaha ekonomi produktif dan (3) pemerintah bersinergi menjaga keberpihakan kepada eksportir / pengusaha dan masyarakat secara berkeadilan. Hal ini dilakukan untuk membina masyarakat dengan harapan masyarakat akan mampu mandiri, dan terwujud ekonomi masyarakat yang berbasis konservasi SDA.
Peringatan 29 tahun TNGGP ini tidak hanya sekedar acara seremonial, namum diharapkan menjadi momentum refleksi bagi seluruh staff di TNGGP untuk berkinerja lebih baik. hari ini juga merupakan momen silaturahmi para senior dan mitra TNGGP, dan melalui acara talk show ”Tantangan dan Harapan TNGGP di Masa Depan” diharapkan akan diperoleh masukan dan saran-saran untuk peningkatan efektivitas pengelolaan.
Momentum 29 tahun ini terlaksana atas dukungan dari mitra kami seperti Sinarmas Forestry, Matoa Albarits, Konsorsium Gedepahala, DFID, Perum Perhutani KPH Bogor, ESP-USAID, Forpela, PDAM Cabang Cianjur, PT. Boogie, Avtech, dan lain-lain.
[teks © TNGGP | photo © TNGGP-Green Radio 032009 | sumarto]