Image Alt

Blog

Kabar dari Sarongge

Pohon pohon yang ditanam tahun lalu mulai tumbuh. Suren mencatat rekor setinggi 2 meter. Kegiatan ekonomi alternatif dilakukan lewat pemeliharaan lebah, dan ternak domba. Tak lama lagi ada radio komunitas di Sarongge.

Hutan Sahabat Green memang belum tampak seperti hutan. Tegakkan pohon ada di sana-sini. Tetapi umumnya lahan masih terbuka, hanya tertutup sayur-mayur yang ditanam petani anggota Gapoktan (Gabungan Petani Hutan). Di sinilah, pendengar Green Radio – individu atau perusahaan – berniat menghutankan kembali bekas areal Perhutani. Areal yang sekarang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Program adopsi pohon itu dimulai Juli 2008. Sampai sekarang ada hampir 6.000 pohon yang telah diadopsi pendengar Green Radio, dan ditanam di Sarongge. Jenis pohon yang ditanam adalah pohon-pohon endemik Gede Pangrango, seperti suren, rasamala, manglid, saninten dan puspa. Setelah hampir setahun setengah, rata-rata tanaman itu setinggi 80 cm. Hanya suren yang tampak berbeda. Pohon ini cepat tinggi, dan rimbun. Daunnya yang kemerahan, sangat mencolok di tengah hijau sayur-mayur.

Suren yang ditanam Jimmly Assidiqie, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, misalnya, sudah setinggi 1,5 meter. ”Pohon Pak Jimmly termasuk cepat tumbuhnya,” kata Hidayat, staf TN GGP yang sangat aktif memantau perkembangan program adopsi pohon. Dia pula yang bertanggung-jawab atas pembuatan peta lokasi. Peta yang akan menjadi rujukan para adopter untuk mencari tahu letak pohon yang diadopsinya itu, diharapkan selesai tak lama lagi.

Selain mengurus pohon hasil adopsi, petani Sarongge kini juga telah mulai kegiatan pengembangan ekonomi alternatif. Mereka sadar, setelah tiga tahun program berjalan, nantinya petani tak boleh lagi menanam sayur-mayur di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tumpang sari akan sulit, karena kanopi pohon hutannya mungkin sudah akan rindang. Itu sebabnya, dengan pendampingan Green Radio, Petani Sarongge kini giat memelihara lebah, dan juga beternak kambing.

Kotak-kotak lebah, yang disebut kas, kini terlihat di rumah-rumah penduduk. Ada 20 kotak yang sudah terisi ratu lebah dan anak buahnya. Sebagian diantara kotak itu sudah menghasilkan madu yang khas rasanya. Madu hasil kerja ribuan lebah yang mengambil sari dari kaliandra di sekitar taman nasional. Petani punya rencana. 40 kotak pertama adalah investasi perkumpulan. Hasilnya akan dipakai untuk dana perkumpulan Petani Sarongge. Setelah itu, kotak-kotak ke 41 dan seterusnya akan menjadi miliki pribadi. Green Radio sudah menyiapkan 100 kotak di Sarongge. Hanya lebah ratunya yang belum cukup untuk menghuni kotak-kotak itu.

”Saya akan pasang kotak lebah sepanjang perbatasan dengan taman nasional,” kata Ustad Ade, Petani Sarongge yang sangat getol dengan upaya baru produksi madu ini. Dia sudah tak canggung lagi memilah indukan, ratu lebah dari satu kotak ke kotak baru. Tak ragu pula mengangkat kerumunan lebah, meski tanpa sarung tangan. Ustad Ade memperkirakan, kalau jarak antar kotak itu dibuat 10 meter, sepanjang perbatasan dengan Taman Nasional di Sarongge, bisa ditempatkan 300-an kotak lebah. Dia seperti tak sabar menunggu lahirnya ratu-ratu baru untuk peternakan lebah ini.

Sementara itu, 24 keluarga petani yang pertama-tama menggarap area Hutan Sahabat Green, mulai mendapat bibit domba. Mereka dibagi dalam 4 kelompok kecil, masing -masing beranggotakan 6 petani. Kepada setiap kelompok, Green Radio memberikan 5 bibit betina, dan seekor pejantan. Domba-domba itu sudah dikandangkan dengan baik. Diperkirakan seekor domba betina akan melahirkan dua kali setahun, masing masing 2 ekor anak domba. Jadi, setiap bibit akan menghasilkan 4 ekor domba setahun.

”Petani yang tidak merawat pohon hasil adopsi, tidak akan diberi anak domba,” kata Dudu, Ketua Perkumpulan Petani Sarongge.

Demikianlah Sahabat Green. Dana adopsi dari anda sebesar Rp 108 ribu per pohon itu, tak hanya dipakai untuk menanam dan merawat pohon. Dana itu juga digunakan untuk mengawali kegiatan ekonomi Petani Sarongge. Ini merupakan persiapan, kalau nanti petani tak boleh lagi berkebun sayur di Hutan Sahabat Green.

Perjumpaan intensif dengan petani, kini memunculkan gagasan baru : tentang perlunya radio komunitas di Sarongge. Radio yang akan menjadi sarana tukar gagasan, informasi dan hiburan untuk petani di lereng Gunung Gede itu. Green Radio mendukung dengan sepenuh hati keinginan warga Sarongge. Mudah mudahan, tak lama lagi Radio Komunitas Sarongge, 107,8 FM, akan mengudara. Menyiarkan pentingnya konservasi, sembari mengembangkan kemampuan ekonomi warga. Siaran itu akan dipancarkan dari Pos TN GGP di Sarongge. Pos itu, kini juga menjadi markas Green Radio sebelum masuk Hutan Sahabat Green.

[www.greenradio.fm | Santosa]

Post a Comment

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit sed.

Follow us on