Peletakan Batu Pertama Rumah Adat Tradisional Korea
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi mulai dari keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem termasuk didalamnya keunikan bentang alam khas hutan hujan tropis pegunungan. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) memiliki komitmen untuk melakukan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sesuai dengan 3 (tiga) pilar konservasi. Berbagai upaya dan program telah dilakukan untuk mendukung komitmen tersebut sebagai upaya konservasi sumber daya alam yang menyediakan jasa lingkungan penyokong sistem penyangga kehidupan seperti : penyedia air, penyimpan cadangan karbon, gudang plasma nutfah penyedia genetik keanekaragaman hayati dan ekoturisme yang memberikan kontribusi langsung terhadap kehidupan manusia.
Selain sebagai sistem penyangga kehidupan yang esensial bagi kehidupan manusia, TNGGP telah terkenal sebagai “Pesona Alam di Jantung Jawa Barat”. Keindahan alamnya yang natural telah mengantar taman nasional ini sebagai kawasan wisata alam ditengah hiruk pikuknya kehidupan urban metropolitan. Bentang alam yang khas dan mempesona telah menarik banyak masyarakat di sekitar kawasan khususnya masyarakat daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Bandung untuk berkunjung, sekedar menikmati kesederhanaan alam, sesuatu yang saat ini sangat dibutuhkan. Tanpa manipulasi landscape, TNGGP menyajikan banyak tempat menarik untuk dikunjungi seperti : Air Terjun Cibeureum, Telaga Biru, Kandang Badak, Puncak dan Kawah Gunung Gede Pangrango, Alun-alun Suryakencana bahkan flora dan fauna endemic khas Jawa Barat pun dapat ditemui. Kesemuanya itu, dikemas dalam suatu konsep ekoturisme yang mengedepankan konservasi keanekaragaman hayati dengan penerapan 3 pilar konservasi untuk sumber daya alam.
Pada pertemuan ke 17 Forestry Cooperative Committee Meeting tahun 2007, antara Menteri Kehutanan Republik Indonesia dengan Pemerintah Korea Selatan cq Departement of Forest Service dibahas mengenai kerjasama dalam Peningkatan Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAHE), Pengembangan Ekoturisme, dan Meningkatkan hubungan antara Kawasan Konservasi di Korea dan Indonesia melalui pertukaran Informasi KSDAHE antar dua negara. Hasil dari Agreed Minutes pertemuan ke 17 Forestry Cooperative Committee Meeting tersebut adalah Peningkatan Hubungan antara Kawasan Konservasi melalui Agenda program Sister Ties antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan Yumyeong National Park di Korea Selatan. Kerjasama sisterpark ini merupakan salah satu upaya membangun kemitraan dalam mengembangkan taman nasional antara Indonesia dan Korea. Korea telah memulainya pada tahun lalu melalui pembangunan Rumah Tradisional Khas Indonesia, yaitu Rumah Tradisonal Sunda di Cheongtae-san Recreation Forest pada tahun 2009.
Dengan dilaksanakannya Peresmian Peletakan Batu Pembangunan Rumah Adat Korea di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tepatnya di Resort PTN Mandalawangi, Seksi PTN Wilayah I Cibodas Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Cianjur tanggal 30 Juni 2010, Indonesia telah secara resmi membangun fondasi simbol bangunan tradisional Korea untuk mempererat jalinan persahabatan kedua negara. Resort PTN Mandalawangi merupakan salah satu wilayah dari TNGGP yang dikembangkan sebagai wilayah ekoturisme berbasis pendidikan lingkungan dan konservasi. Beberapa fasilitas tersedia untuk mendukung konsep tersebut diantaranya pusat Riset, Konservasi dan Bina Cinta Alam Satwa, trek sepeda gunung, sarana outbond, rumah hutan dan kemah konservasi. Pembangunan rumah adat tradisional korea serta fasilitas penunjangnya seperti canopy trail dan jembatan gantung diaharapkan dapat menjadi bagian pendukung ekoturisme berbasis pendidikan lingkungan dan konservasi.
Peresmian peletakan batu pertama rumah adat tradisional Korea ditandai dengan pengguntingan pita, penandatanganan prasasti dan penanaman pohon endemic TNGGP yaitu saninten (Castanopsis argentea) dan rasamala (Altingia excelsa) oleh delegasi Indonesia dan delegasi Korea. Acara ini pun diramaikan dengan memperkenalkan tarian khas Jawa Barat yaitu Jaipongan kepada delegasi Korea. Tarian interaktif ini disuguhkan dengan nuansa latar belakang Danau Mandalawangi dan Gunung Gede Pangrango sebagai perpaduan ciri khas tradisional yang ingin disampaikan oleh TNGGP sebagai suatu pendekatan eco-cultural dalam menyambut tamu Korea.
Sebanyak 8 (delapan) orang delegasi Indonesia melakukan prosesi Peresmian peletakan batu pertama rumah adat tradisional Korea diantaranya Menteri Kehutanan Republik Indonesia (Zulkifli Hasan, SE, MM), beserta jajarannya dari Kementerian Kehutanan : Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kelembagaan (Dr. Ir. Hadisusanto Pasaribu, MSc), Sekretaris Jenderal (Dr. Ir. Boen M. Purnama, MSc), Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ir. Darori, MM), Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan ( Dr. Ing. Ir. Hadi Daryanto DEA), Kepala Badan Litbang Kehutanan (Dr. Ir. Tachrir Fathoni, MSc), Inspektur Jenderal (Dr. Ir. Sunaryo, MSc), Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri (Dr. Ir. Agus Sarsito, M. For, Sc), Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat (Ir. Rachman Sidik, M.Ed) dan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Ir. Sumarto, MM) selaku tuan rumah. Sedangkan delegasi Korea yang melakukan prosesi adalah Ambassador Republik Korea (Mr. Kim Ho-young), Deputy Minister of Korea Forest Service (Mr. Lee sang-kil), Chairman of Korean Association in the Republic of Indonesia (Mr. Seung Eun-ho) yang diwakili oleh Mr. Shin Kee-yup, Deputy Director General of Forest Resources (Mr. Park Jong-ho), Counselor for Forestry, Agriculture, and Fisheries (Mr. Kim Yong-kwan), dan Counselor for Cultural (Mr. Kim Hyun-ki).
Kerjasama ini merupakan wujud perhatian yang sangat besar dari kedua bangsa, Indonesia dan Korea dalam mengembangkan wisata alam khususnya di Taman Nasional. Kemitraan ini akan merangsang wisatawan dari kedua negara untuk saling berkunjung dan menikmati indahnya wisata di taman nasional dan keanekaragaman budaya masyarakatnya. Kerjasama kedua negara dalam mengembangkan ekowisata dilakukan dengan pendekatan eco-cultural. Pembangunan Rumah Tradisional merupakan terobosan baru yang mampu mensinergikan eksotiknya pemandangan dan kekayaan alam dengan khazanah kebudayaan asli masyarakat setempat.
Semoga upaya ini mendapat tempat dari masing-masing warga negara, baik Korea maupun Indonesia untuk terus memajukan ekowisata dengan mengedepankan keterpaduan antara budaya masyarakat lokal dengan pengelolaan hutan lestari yang mensejahterakan secara berkeadilan. Selain itu diharapkan juga agar sinergitas tersebut, mampu meningkatkan minat masyarakat berkunjung ke taman nasional yang pada akhirnya meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.
[ teks & gambar © TNGGP | 072010 | N10S – red ]