Workshop Dan Pelatihan Inventarisasi, Monitoring Flora Fauna
Dalam rangka menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai inventarisasi dan monitoring flora fauna serta meningkatkan kapasitas SDM Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, beberapa waktu lalu 15 orang pegawai TNGGP mengikuti “Workshop dan Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Flora Fauna”. Kegiatan tersebut berlangsung selama 3 hari pada tanggal 6 s/d 8 Mei 2013 di Hotel The Radiant Lembang – Bandung, diselenggarakan oleh Integrated Citarum Water Resources Management Invesment Program (ICWRMIP) dan Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC). Workshop dan Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Flora Fauna ini bisa terlaksana berkat dukungan dana dari Asian Development Bank (ADB).
Workshop dan Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Flora Fauna ini dipandu oleh para ahli dibidangnya, yang juga melibatkan International Expert. Materi yang disampaikan diantaranya; (1) Identifikasi dan Inventarisasi Tumbuhan, (2) Identifikasi Inventarisasidan Monitoring Burung, (3) Identifikasi Mamalia, (4) Pengenalan dan Teknik Pengambilan Sample Biota Akuatik, (5) Pengenalan Inventarisasi Serangga dan (6) Inventarisasi dan Monitoring Herpetofauna.
Hal yang menarik dan menjadi bahan diskusi panjang pada workshop tersebut adalah mengenai Metode Inventarisasi dan Monitoring serta terkait perhitungan dan pernyataan jumlah populasi satwa. Ahli serangga Ade Rahmat menyatakan: “Jangan terpaku pada suatu metode, karena di dunia Science metode itu dinamis dan selalu berkembang, kalau suatu cara dan teknik sudah dilakukan secara periodik (berulang-ulang) dan diyakini kebenarannya bisa dijadikan satu metode baru”.Terkait dengan perhitungan jumlah populasi, International Expert Resit Sozer menyatakan: “Rumus-rumus kurang relevan digunakan pada kegiatan Inventarisasi dan Monitoringuntuk mengetahui jumlah populasi satwa pada kawasan yang luas seperti TNGGP,serta akanlebih rumit dan kemungkinan terjadi bias yang tinggi. Rumus perhitungan populasi lebih baik digunakan pada penelitian ilmiah seperti Skripsi yang menggunakan analisa statistik”. Menurut Ahli Burung Pupung Firman Nurwatha: “Yang juga penting adalah Identifikasi jenis, karena ibarat pepatah Tak Kenal maka Tak Sayang, jika sudah mengenal suatu jenis dengan baik maka akan memudahkan dalam melakukan Inventarisasi dan Monitoring”.
Pada sesi diskusi sempat dipertanyakan tentang IKU (Indikator Kinerja Utama) yang mengharapkan terjadinya peningkatan populasi sebanyak 3% setiap tahun untuk jenis satwa tertentu, dan para ahli menyarankan hal tersebut perlu dikaji kembali. Setelah terjadi pembahasan yang cukup panjang, dipahami oleh peserta berdasarkan arahan para ahli bahwa populasi suatu jenis pada suatu kawasan konservasi diharapkan tetap ada dan stabil, dengan pernyataan jumlah populasi secara Kualitatif Deskriptif seperti Melimpah, Jarang, Langka dan atau Kurang Data. Populasi suatu jenis pada kawasan konservasi perlu dijaga dan dipertahankan keberadaannya supaya ekosistem tetap stabil. Peningkatan jumlah populasi suatu jenis pada satu kawasan dikhawatirkan mengakibatkan terjadinya over populasi dan akan menggangu daya dukung kawasan.Tindak lanjut dari Workshop dan Pelatihan Inventarisasi dan Monitoring Flora Fauna tersebut adalah direncanakan pada bulan September 2013 dilakukan Inventarisasi dan Monitoring Biodiversity di daerah hulu Sungai Citarum.
(Red-Made-PEHSKBM-052013)