Pelepasliaran Keluarga Owa Jawa Dari JGC-TNGGP di Hutan Lindung Gunung Malabar, Jawa Barat
Setelah menjalani proses rehabilitasi selama enam tahun di Javan Gibbon Center (JGC), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) , pada tanggal 27 Maret 2014 satu keluarga owa jawa yang terdiri dari sepasang induk jantan betina dan dua anaknya dapat dikembalikan ke habitat alaminya di kawasan Hutan Lindung Gunung Malabar, Bandung, Jawa Barat. Dalam sejarah konservasi, program pelepasliaran yang melibatkan satu unit keluarga owa jawa belum pernah dilakukan sebelumnya. Peristiwa unik ini tidak saja menggambarkan keberhasilan program rehabilitasi owa jawa, tetapi juga memberikan kesempatan emas bagi para peneliti dan penggiat konservasi untuk mengkaji proses adaptasi satwa langka ini di habitat aslinya setelah bertahun-tahun hidup dengan manusia. Program Rehabilitasi Owa Jawa di Bodogol TNGGP merupakan kerjasama multi pihak yang terdiri dari pengelola kawasan TNGGP, Universitas Indonesia, Yayasan Owa Jawa, dan Conservation International Indonesia.
Pelepasliaran ini adalah yang ke tiga kalinya, tercatat pelepasliaran yang kedua dilaksanakan lebih kurang satu tahun yang lalu, sepasang owa jawa telah dilepasliarkan di lokasi hutan yang sama. Kegiatan tersebut merupakan kerjasama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Kehutanan, Perum Perhutani dan Yayasan Owa Jawa. Owa jawa yang dilepasliarkan merupakan keberhasilan proses panjang program rehabilitasi yang didukung oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Conservation International Indonesia, Universitas Indonesia, Silvery Gibbon Project, dan PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field. Sedangkan pelepasliaran yang pertama kali dilaksanakan adalah di Hutan Tiwel Bodogol-TNGGP pada tahun 2009, sepasang owa jawa bernama Echi dan Septa.
Keluarga owa jawa yang dilepasliarkan kali ini terdiri dari sepasang induk dan kedua anak mereka yang lahir di JGC, Resort PTN Bodogol, Bidang PTN Wilayah III Bogor, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Induk betina yang diberi nama Bombom menjadi owa pertama yang melahirkan anak-anak owa jawa di JGC. Sebelum perawatan di JGC, Bombom dan pasangannya yang diberi nama Jowo menjadi satwa peliharaan masyarakat tanpa harapan untuk kembali ke hutan yang menjadi habitat mereka.
Owa Jawa saat ini kondisinya terancam punah, beberapa penyebab menurunnya populasi adalah berkurangnya hutan tropis di Jawa yang kondisinya juga terfragmentasi. Selain itu owa jawa sebagai primata terlangka di dunia banyak diburu mengingat bentuknya yang lucu dan unik. Oleh karena itu mengembalikan mereka ke hutan dalam keadaan sehat dan bebas penyakit menjadi salah satu upaya untuk memastikan keberlanjutan spesies ini.
Kawasan Hutan Lindung Gunung Malabar dipilih sebagai tempat pelepasliaran owa jawa setelah melalui serangkaian survei kelayakan habitat untuk memastikan ketersediaan pohon pakan dan keamanannya. Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani tersebut diharapkan dapat menjadi rumah yang aman bagi owa jawa di tengah maraknya ancaman perburuan dan kerusakan hutan di Pulau Jawa saat ini. Sebagai BUMN di bidang Kehutanan yang mengelola hutan produksi dan hutan lindung di Pulau Jawa, Perum Perhutani berkomitmen untuk menjadikan keberhasilan konservasi owa jawa sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan kinerjanya, yaitu mendapatkan keuntungan ekonomi dengan tetap menjamin kelestarian sumberdaya hutan. Program ini merupakan contoh public-private partnership yang dipercaya menjadi dasar pembangunan berkelanjutan.
Ditjen PHKA, Kementerian Kehutanan dengan dukungan para pihak terus melakukan berbagai upaya demi suksesnya upaya pelestarian owa jawa ke depan. Berbagai kegiatan ilegal seperti perburuan harus segera dihentikan dan satwa-satwa yang telanjur dipelihara oleh masyarakat harus dapat dilepasliarkan kembali melalui proses rehabilitasi. Kepada masyarakat yang memiliki, memelihara atau memperdagangkan satwa primata dapat menyerahkan secara sukarela kepada pemerintah melalui Balai KSDA setempat atau secara langsung kepada pusat rehabilitasi. Memiliki, memelihara maupun memperdagangkan satwa dilindungi tanpa ijin yang berwenang merupakan perbuatan melanggar hukum.
Saat ini, tercatat sebanyak 25 individu owa jawa, tengah menjalani proses rehabilitasi di JGC dan jumlah ini diprediksi akan bertambah terus pada masa-masa mendatang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya pelestarian satwa liar. Keberhasilan program rehabilitasi tersebut menuntut adanya kawasan hutan yang relatif baik untuk dijadikan sebagai areal pelepasliaran. Dalam kaitan ini, areal hutan lindung seluruh Pulau Jawa ini merupakan tempat yang potensial untuk dikaji guna keperluan pelepasliaran satwa tersebut, dan dukungan Perum Perhutani selaku pemangku kawasan sangat diharapkan guna suksesnya program pelepasliaran owa jawa di atas. Selain itu semua owa jawa yang telah dilepasliarkan perlu terus dimonitor dan dijaga keselamatannya.
Upaya konservasi owa jawa di tengah tekanan pembangunan ekonomi Pulau Jawa bukan perkara mudah. Diperlukan dukungan semua pihak untuk menyelamatkan primata ini dari kepunahan. Program konservasi ini diharapkan dapat menjadi contoh kemitraan yang kuat antara penggiat konservasi dengan Kementerian Kehutanan, sektor bisnis, pemerintah daerah dan masyarakat. [02042014.P3-AACII]