ADA APA DENGAN EDELWEISS ???
Seiring dengan perkembangannya, selain sebagai tempat rekreasi alam, lokasi penelitian flora fauna, dan pendidikan lingkungan, TNGGP juga merupakan salah satu obyek wisata pendakian di Jawa Barat. Atraksi flora, seperti edelweiss merupakan objek yang paling menonjol dan secara fisik mempunyai potensi rekreasi dan daya tarik yang tinggi. Namun disayangkan, aktifitas pendakian ini pada umumnya dibarengi dengan aktifitas vandalisme yaitu suatu bentuk aktivitas manusia yang berbentuk pengrusakan terhadap alam dan atau sesuatu yang mempunyai nilai ekologi, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem dan habitat flora-faunanya. Vandalisme yang dilakukan pembukaan lapangan untuk berkemah, pemotongan batang kayu dan adanya pengambilan bunga edelweiss. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan yang pernah dilakukan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BBTNGGP pada tahun 2012, luas areal edelweiss di Alun-alun Surya Kencana + 51 Ha dan yang terindikasi mengalami degradasi seluas + 30 Ha. Oleh karena itu untuk mendukung upaya konservasi pelestarian keanekaragaman hayati khususnya tumbuhan edelweiss yang menjadi ikon di TNGGP, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah kegiatan pembinaan habitat (memulihkan) dengan kegiatan antara lain penyampaian informasi tentang konservasi dan kelestarian alam danrestorasi habitat perlindungan edelweiss.
Edelweiss (Anaphalis javanica (Bl.) Boerl)
Klasifikasi tumbuhan edelweiss :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Bangsa : Gnaphalieae
Genus : Anaphalis
Spesies : Anaphalis javanica Boerl
Tumbuhan ini hidup pada ketinggian antara 1.600 s.d 3.600 meter dari permukaan laut dengan cahaya matahari penuh. Edelweiss merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Van Steenis (1978) mengatakan bawah edelweiss sering berkelompk pada tanah yang tidak subur dan juga tumbuh di lereng-lereng bukit atau di daerah yang topografinya datar. Spesies ini dapat tumbuh pada daerah perbatasan antara hutan dan daerah terbuka, karena kebutuhan yang paling penting dari tumbuhan ini adalah cahaya.
Bunga-bunganya sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan dan lebah terlihat mengunjunginya. Tumbuhan ini dapat dijumpai dalam bentuk semak yang bercabang banyak dan tingginya dapat mencapai 4 meter, diameter batangnya bisa mencapai sebesar pergelangan tangan (van Steenis, 1978).
Anaphalis javanica termasuk dalam marga Composite, mempunyai bunga yang berkembang di atas dasar bunga yang rata dan berwarna keemasan. Kepala-kepala sari membentuk tabung yang mengumpul menjadi satu dalam satu wadah, merupakan tumbuhan yang berbunga sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada bulan Juni-Juli (van Leeuwen, 1933). Bunga Edelweiss merupakan bunga gunung terbaik yang dimiliki oleh keluarga bunga matahari (Asteraceae). Sampai sekarang bunganya dicari banyak orang, dalam keadaan kering bunganya tahan lama dan menimbulkan bau yang khas
Batang edelweiss ditutupi oleh kulit batang yang kasar dan bercelah yang dapat menyimpan air. Selanjutnya van Steenis (1978) mengatakan bahwa ranting-ranting edelweiss mendukung daun-daun yang berwarna keabu-abuan. Dalam keadaan segar warna daun edelweiss hijau abu-abu muda, sebagai akibat adanya bulu-bulu seperti wol yang menutupi daun, dan dalam keadaan kering warnanya menjadi gelap karena mesofil yang terdegradasi warnanya. Bentuk daun linier (panjangnya sama dengan sepuluh kali lebarny), lancip, mempunyai bulu-bulu putih seperti wol, panjang daun 4-6 cm dan lebarnya 0,5 cm.
Tumbuhan edelweiss merupakan spesies tanaman berbunga endemik. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah pegunungan di Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok.
Tumbuhan ini tidak beracun, bahkan sering dipakai dalam pengobatan tradisional untuk mengobati perut dan pernafasan. Infus edelweiss secara tradisional telah digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit termasuk difteri dan tuberculosis. Ekstrak dan bagian tanaman kering telah digunakan dalam sabun dan anti-penuaan krim kulit. Bagian tanaman mungkin telah digunakan historis untuk menangkal kejahatan dan mendorong cinta. Edelweiss juga telah digunakan untuk bir rasa dan anggur.
Edelweiss adalah tanaman yang statusnya dilindung peraturan pemerintah bidang kehutanan dan termasuk kepada tanaman langka pada katagori jarang (rere), yaitu jenis tanaman yang populasinya besar tapi hanya terdapat secara lokal di suatu daerah saja, atau daerah penyebarannya luas tapi sudah jarang dijumpai karena mengalami erosi dan tekanan yang berat.
Edelweiss disebut bunga abadi karena bunga ini kelihatannya tidak akan pernah layu tetapi langsung mengering tanpa berubah bentuk dan penampilannya. Bunga ini jualah bagi para pengagum cinta digunakan sebagai symbol dan keabadian cinta. Bunga abadi ini, untuk gunung-gunung di Indonesia biasanya hanya bisa dinikmati keindahannya pada bulan Maret hingga Agustus Karena untuk mekarnya bunga ini memerlukan cahaya matahari.
Edelweiss sebagai simbol keberanian hal ini dikarenakan untuk mendapatkan bunga ini diperlukan pengorbanan yang besar, karena habitat pertumbuhannya di daerah pegunungan.
Di balik bentuk keindahan edelweiss, banyak beredar mitos yang mulai dipercaya oleh beberapa orang. Mitos bunga edelweiss adalah simbol keabadian cinta dansimbol keberanian itulah yang menyebabkan banyak orang mulai memburu edelweiss, hal ini tentunya menimbulkan dampak negatif yang terancamnya kelestarian bunga edelweiss. Jika semua pendaki selalu memetik bunga ini sebagai bukti keberanian telah berhasil menakluklan puncak gunung Gede Pangrango juga sebagai oleh-oleh tanda keabadian cinta untuk diberikan kepada pasangan para pecinta, sementara populasinya semakin sedikit , tidaklah mungkin bunga yang mendapat julukan bunga abadi itu akan hilang keabadiannya, dan penyebabnya adalah tangan-tangan manusia itu sendiri sementara tumbuhan edelweiss merupakan tumbuhan yang sifatnya endemik dan sulit untuk dikembangbiakkan secara buatan, sehingga membutuhkan perlakukan khusus dalam pelaksanaannya. Lalu bagaimana dengan anak cucu kita nanti? Akankah mereka masih bisa menikmati indahnya pesona bunga edelweiss?
Kemauan dan kesadaran dari kita untuk membuat edelweiss tetap dengan julukannya Everlasting Flower, tetap menjadi bunga abadi dan tumbuh lestari di habitatnya.Biarkan edelweiss di sana untuk menyambut para pendaki dengan pesonanya.
Salam Konservasi!!!
[Teks & foto: Tintin Retno P|@tnggp|11052016|Tintin]