PENINDAKAN PELAKU PENGAMBILAN CACING SONARI/ KALUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
Pada tanggal 23 Maret 2017 jajaran Satuan Tugas Polhut Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Brigade Elang Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum), Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Seksi PPLHK Wilayah I Jakarta telah melaksanakan kegiatan operasi represif dalam rangka menurunnya gangguan pada kawasan taman nasional. Dua minggu sebelum pelaksanaan operasi represif yaitu tanggal 6 – 10 Maret 2017 telah dilakukan kegiatan intelijen dalam rangka penanganan kasus.
Hasil kegiatan intelijen diidapatkan informasi bahwa nilai ekonomi cacing sonari/ kalung sangat tinggi karena menurut informasi intelijen, permintaan cacing kalung kering masih sangat tinggi untuk diekspor ke Jepang. Hal ini menyebabkan beberapa oknum masyarakat masih melakukan perburuan cacing kalung yang banyak terdapat di kawasan zona inti TNGGP. Cacing kalung yang hidup di kawasan TNGGP termasuk klas super karena ukurannya besar dan berasal dari kawasan hutan, alami, dan tidak terkena polusi.
Sebagai ilustrasi, nilai ekonomi yang didapat para pelaku (pemburu cacing kalung) adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata pelaku dapat menangkap dan mengeringkan cacing kalung antara 10 – 15 ikat per hari (satu ikat ± 10 ekor cacing kalung kering).
2. Cacing kalung kering di tingkat pengepul dihargai Rp. 30.000,- per ikat.
3. Sehingga pendapatan pelaku adalah (10 sampai 15) ikat x Rp. 30.000,- = Rp. 300.000,- s/d Rp. 450.000,- per hari.
4. Jadi apabila masing-masing pelaku berburu selama 7 – 10 hari dalam 1 trip ke hutan, maka hasil yang didapatkan dalam satu trip adalah (Rp.300.000,- sampai Rp.450.000,-) x (7 sampai 10 hari) = Rp. 2.100.000,- s/d Rp. 4.500.000,-.
Hasil perburuan ini cukup menggiurkan bagi oknum masyarakat karena modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan tidak dibutuhkan keahlian tertentu.
Pada umumnya lokasi pengambilan cacing di kawasan TNGGP dilakukan pada ketinggian ± 2.200 m dpl. Perburuan dilakukan secara berpindah-pindah. Populasi cacing yang masih melimpah menyebabkan sangat mudah untuk mendapatkan cacing kalung layaknya memanen. Medan yang sulit dan susah dijangkau oleh petugas, menyebabkan perbuatan tindak pidana ini susah terdeteksi oleh petugas TNGGP walaupun diduga telah berlangsung antara 4 sampai 5 bulan.
Peta Situasi Pengambilan Cacing Sonari/ Kalung
Nilai kerusakan ekonomi dan ekologis yang ditimbulkan dari aktifitas perburuan cacing kalung ini sangat tinggi karena banyaknya pohon yang ditebang untuk keperluan pembuatan gubug dan penggarangan/ pengeringan cacing dengan menggunakan kayu bakar, selain itu dikhawatirkan juga kemungkinan terjadinya perburuan satwa (burung atau satwa lain) yang dilakukan oleh para pelaku selama berada di kawasan hutan TNGGP.
Kemudian dari pengembangan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) tim intelijen mendapatkan informasi alamat penjual dan pelaku pengambilan cacing sonari/ kalung. Berdasarkan hasil kegiatan intelijen tim gabungan Balai Besar TNGGP dan Ditjen Gakkum merencanakan kegiatan penggeledahan dan penangkapan pelaku dengan terlebih dahulu melakukan koordinasi dan konsultasi ke Polsek Pacet dan Polres Cianjur untuk memohon dukungan dalam pelaksanaannya .
Pada tanggal 23 Maret 2017 sekiranya jam 20.50 WIB tim gabungan PPNS TNGGP dan Ditjen Gakkum dengan didampingi 2 (dua) personil Polsek Pacet melakukan kegiatan penyergapan di kediaman terduga pelaku yang beralamat di Kampung Rarahan RT. 006/ RW. 08 Desa Cimacan Kecamatan Cipanas – Cianjur.
Kegiatan penggeledahan yang dilakukan oleh tim oprasi didapatkan barang bukti hasil kejahatan berupa 1 (satu) ember galon warna putih berisi 77 (tujuh puluh tujuh) ekor cacing sonari, akar-akaran tanaman angrek, kadaka, dan peralatan yang diduga untuk melakukan kejahatan berupa 2 (dua) buah golok.
Pelaku telah melanggar Pasal 78 ayat (5) dan atau ayat (12) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf e dan atau huruf m Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, kemudian pelaku langsung dibawa ke Kantor Bidang PTN Cianjur untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Ditjen Gakkum dan Balai Besar TNGGP kemudian pada tanggal 24 Maret 2017 pelaku telah dititip tahanan di Polres Cianjur oleh PPNS.
Teks: Bambang Mulyawan, S.H. MH. – Polhut Balai Besar TNGGP